Blog •  19/06/2020

Alasan Petani di Pati Mulai Ritual Wiwitan Panen Padi Tanpa Mengarak Kepala Kambing ke Sawah

Something went wrong. Please try again later...
© Foto : istimewa
© Foto : istimewa

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Ritual adat wiwitan atau wiwit padi di Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margorejo, digelar secara sederhana di masa pandemi corona.

Untuk diketahui, wiwitan merupakan ritual tasyakuran yang dilakukan petani setempat sebelum memulai musim panen padi.

Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Jambean Kidul, Kamelan, mengatakan bahwa pelaksanaan wiwitan kali ini meniadakan ritual mengarak kepala kambing dari permukinan menuju areal sawah.

Hal ini demi menghindari kerumunan massa.

“Setiap menjelang panen perdana, kami rutin tirakatan."

"Kami berdoa bersama di tepi Sungai Silugonggo, kemudian makan daging kambing bersama."

"Kepala dan kaki kambing, yang biasanya diarak, kemudian kami kubur."

"Namun kali ini tidak ada arak-arakan,” jelas dia, Kamis (18/6/2020).

Kamelan menjelaskan, penguburan kepala dan kaki kambing merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah memberi kesuburan tanah untuk bercocok tanam.

“Kita ini mau memanen padi yang tumbuh dari tanah."

"Berhubung tanah sudah menjadi perantara keberkahan bagi kami, bentuk syukur kami adalah menanam kembali."

"Ritualnya ialah dengan menanam kepala kambing,” ungkap dia.

Sementara, bagian tubuh kambing lainnya dimasak secara gotong-royong untuk kemudian dimakan bersama oleh warga.

“Setelah itu, kami potong padi. Ini merupakan upaya kami melestarikan tradisi yang sudah berlangsung sejak sebelum saya lahir."

"Kami berkomitmen menguri-uri karena tradisi ini bagus,” kata dia.

Dengan adanya tasyakuran wiwitan ini, Kamelan berharap, para petani diberkahi dengan adanya panen padi yang melimpah, baik, dan berkah.

Ia juga berharap, ritual tasyakuran ini dapat menjadi wujud doa agar pandemi corona segera sirna.

Terkait hasil panen, Kamelan memperkirakan, per satu hektare lahan yang dipanen pada masa tanam (MT) kedua ini bisa menghasilkan 7-9 ton.

Jumlah ini mengalami penurunan sekira 10 persen dibanding musim panen sebelumnya.

Penurunan ini diakibatkan hama tikus dan wereng yang merupakan dampak dari musim kemarau basah.

Untuk diketahui, di Jambean Kidul terdapat 400 hektare sawah, 250 hektare di antaranya dipanen pada masa tanam kedua ini.

Sumber: TRIBUNJATENG