Blog •  04/02/2020

Kementan Antisipasi Penyakit Busuk Bulir pada Padi

Something went wrong. Please try again later...

MONITOR, Jakarta – Penyakit busuk bulir atau bacterial grain rot (BGR) pernah dilaporkan pertama kali di Indonesia di Kecamatan Indihiang Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 1987 dan belum dilaporkan kembali adanya kerusakan yang parah akibat serangannya.

“Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dilaporkan terjadi peningkatan insidensi dan keparahan penyakit di Sulawesi Selatan, Pulau Jawa, dan Pulau Sumatera“ Tutur Ani Widarti POPT BBPOPT saat ditemui Karawang (27/01).

Ani menuturkan penyakit ini disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae ciri-ciri tanaman padi yang terserang bakteri ini dengan melihat ranting malai tegak berwarna hijau, tulang cabang malai berwarna hijau, malai membentang ke atas karena biji tidak terisi penuh. Bagian bulir yang berwarna cokelat membusuk dan lunak bila ditekan sehingga gejala ini disebut rice grain rot disease.

“Untuk memastikan, Bapak dapat membuka kulit biji padinya (kulit gabah) kemudian dipencet atau ditekan, kalau lunak, kemungkinan terkena penyakit ini” tambah Ani.

Selain itu, Ani memaparkan bakteri ini juga diketahui dapat terbawa benih sehingga berpotensi dapat menyebar dengan cepat.

“Faktor-faktor seperti importasi benih, perubahan iklim global dan cara budidaya diduga berhubungan dengan terjadinya ledakan penyakit ini “ pungkas Ani.

Hal ini dibenarkan oleh Wayan Kordinator Fungsional BBPOPT, Wayan menambahkan penyakit busuk bulir dikategorikan sebagai emerging infectious disease (EID) yang memiliki karakteristik meningkatnya insidensi, sebaran geografis, dan berubahnya patogenisitas dalam waktu singkat.

“EID dapat disebabkan oleh perubahan iklim, teknik budidaya, perubahan habitat, perubahan genetik, dan introduksi pathogen “ Wayan menjelaskan lebih lanjut.

Wayan menambahkan pada tahun 2017 sampai 2019 sebenarnya gejala penyakit ini sudah ditemukan kembali, “ Waktu teman – teman dari BBPOPT melakukan survei pengamatan keadaan lapang, teman teman masih menemukan gejala penyakit ini namun tidak terjadi outbreak.

“Wayan menjelaskan. Penyakit ini unik, jadi tidak tentu kemunculannya. kemungkinan hal inilah yang menyebabkan kurang dikenal oleh petani dan petugas di lapangan.

Ditempat yang sama Nur Ikhsan POPT BBPOPT mengungkapkan bakteri penyebab penyakit ini adalah bakteri yang terbawa benih. “Perlu diketahui bahwa bakteri ini agak susah terbawa angin sehingga penularan oleh angin memiliki peluang yang kecil.” Sambung Ikhsan

Ikhsan menambahkan perlakuan benih sangat diperlukan karena penularan melalui benih sangat kuat., penggunaan benih yang sehat merupakan langkah yang tepat dalam mencegah penyakit ini. Benih yang digunakan harus bersih dari benih lain (benih gulma dan benih varietas lain), kemudian benih diseleksi dengan air garam 3% untuk pemilihan benih yang sehat dan bernas setelah itu benih direndam dengan agens hayati, atau perlakuan benih lainnya sebelum disebar.

“Untuk jenis agens hayati, belum ada yang benar benar efektif ya, tetapi untuk pencegahan dapat menggunakan perlakuan fisik” Sambung Ikshan. Teman- teman dari karantina melakukan kajian perlakuan air panas. Hasilnya, perlakuan perendaman air panas suhu 56ºC selama 30 menit mampu untuk mengeliminasi B. glumae tanpa menurunkan viabilitas benih tutup Ikshan.

Sumber: Monitor