Blog •  25/08/2021

Mahasiswa Unair Sulap Janggel Jagung untuk Media Budi Daya Jamur

Something went wrong. Please try again later...
© Firman Hidayat/Jawa Pos
© Firman Hidayat/Jawa Pos

AROMA khas dari limbah janggel jagung berubah menjadi lembaran tipis yang biasa disebut cuan dan membuat hati siapa saja bergembira. Sejak Juli lalu, janggel-janggel itu tidak lagi menumpuk atau hanya berakhir di tempat pembuangan.

Sebagian warga membakar sisa janggel agar tak menumpuk dan menjadikannya pakan ternak. Ide jamur janggel dicetuskan oleh lima mahasiswa Unair dari lintas jurusan. Yaitu, Ageng Santoso, Firman Hidayat, Phelia Hammam Munadhil, Muhammad Fahroji, dan Akmal. Mereka berasal dari jurusan manajemen, kimia, dan fisika.

Firman dan tim mulai melakukan observasi lingkungan pada Juni lalu. Mereka melihat kondisi janggel yang banyak dan menumpuk di beberapa titik di Desa Banjarejo. Mayoritas pekerjaan masyarakat desa memang bertani. Ada yang bertani padi di sawah serta jagung di ladang.

Setelah menganalisis apa yang bisa dilakukan Firman dan tim, akhirnya mereka tebersit untuk mengurangi janggel. Mereka membudidayakan jamur dengan menggunakan janggel.

Sosialisasi dan budi daya dijalankan bulan lalu. Mereka menggandeng karang taruna desa. ’’Desa Banjarejo itu merupakan penghasil jagung terbanyak di salah satu Kecamatan Karangbinangun. Berdasar hasil diskusi dengan karang taruna desa, diketahui warga setempat belum bisa memaksimalkan janggel jagung yang ada,” kata Firman.

Firman menyebutkan bahwa budi daya jamur janggel tidak butuh perawatan yang sulit. Beda lagi jika mengolah janggel menjadi pupuk misalnya. Butuh keahlian dan tambahan peralatan yang lebih banyak.

Ide proyek tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat desa. Bahkan, kepala desanya langsung memberikan tempat khusus untuk melakukan budi daya. Salah satunya di balai desa. Kumbung atau rumah jamur didirikan. Firman mengatakan, kepala desa pengin ada kegiatan seperti budi daya atau transfer ilmu dari mahasiswa. ”Kata kepala desa, desanya juga jarang menjadi lokasi kuliah kerja nyata (KKN),” ungkap Firman.

Siklus panen jamur terbilang cepat. Firman ingat betul bagaimana suara riuh terdengar begitu warga dan timnya melihat hasil panen perdana pada bulan lalu. Ageng mengungkapkan, panen bisa dilakukan setiap hari. Dalam satu hari, lebih kurang 1/2–1 kilogram jamur dipanen. Panen berlangsung tiap pukul 13.00–14.00.

Janggel jagung bisa dipakai saat jamur tumbuh dan mulai dipanen sampai akhir. Kurang lebih tiga minggu hingga satu bulan. Lantas, setelah dipakai, janggel diletakkan di mana? Rencananya, janggel akan digunakan untuk bahan pupuk.

Firman, Ageng, dan tim menaruh harapan yang besar kepada para kader budi daya jamur janggel di desa. Transfer ilmu masif diberikan kepada warga. Tujuannya, ketika Firman dan tim tak lagi mendampingi, warga bisa berdiri dengan ajek. ’’Kami memberikan semacam workshop hingga praktik terus setelah mendapatkan izin itu,” ucap Ageng.

Selain memasarkan jamur segar, untuk membuat dapur masyarakat mengepul, Firman juga mengolah jamur-jamur janggel menjadi produk yang siap dikonsumsi. Misalnya, jamur janggel krispi dan bakso jamur.

Sumber: Jawa Pos