Blog •  04/12/2019

Permudah Sistem Tanam Padi, Warga Gunungkidul Ciptakan 'Atabela'

Something went wrong. Please try again later...

Gunungkidul - Guna meningkatkan produktivitas tanaman padi di tengah minimnya lahan pertanian saat ini, seorang warga Dusun Kernen, Desa Ngunut, Kecamatan Playen, Gunungkidul, Jayadi (52) melakukan inovasi untuk mempercepat penyebaran dan penanaman benih padi.

Inovasi tersebut dengan menciptakan alat bernama 'Atabela'. Alat tersebut mampu memangkas waktu saat menebar benih padi pada luasan lahan 1 hektar yang biasanya memerlukan waktu 10 hari menjadi 2,5 hari saja.

Jayadi yang sehari-hari berprofesi sebagai ASN di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) BPTP Dinas Pertanian DIY ini menjelaskan, bahwa 'Atabela' adalah singkatan dari Alat Tanam Benih Langsung. Di mana alat tersebut mulai ia ciptakan bulan September lalu, tepatnya setelah ia menyadari sulitnya memperluas lahan pertanian di Yogyakarta.

"Saya sebagai pegawai Dinas Pertanian (DIY) mempunyai beban bahwa produksi padi kita itu harus naik. Karena apa? lahannya kita terbatas, tapi yang makan tambah banyak," katanya saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Selasa (3/12/2019) sore.

arena itu, Jayadi ingin meningkatkan produksi beras. Menurutnya, ada 2 cara untuk meningkatkan produksi beras, yakni dengan ekstensifikasi atau melakukan perluasan lahan pertanian dan ekstensif, yakni peningkatan produktivitas pada lahan pertanian yang sama.

"Nhah, di Jogja, atau Jawa kan tidak mungkin kalau memperluas lahan pertanian. Kita bisanya hanya meningkatan produktivitas dalam 1 lahan, dan salah satu caranya dengan menambahkan jumlah tanaman," ucapnya.

Pria yang menjabat sebagai Penyuluh dan Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kecamatan Paliyan dan Saptosari ini melanjutkan, peningkatan produktivitas tanaman dapat dilakukan dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo 2:1.

Di mana dengan dengan sistem tanam tersebut mampu meningkatan populasi tanaman hingga 30 persen. Dengan peningkatan itu, otomatis dapat mendongkrak hasil pertanian hingga 30 persen.

Namun, peningkatan itu memerlukan proses tanam yang tidak sebentar. Terlebih, untuk menebar benih pada lahan pertanian seluas 1 hektar saja memerlukan waktu hingga 10 hari. Karena itu, ia menciptakan Atabela untuk mempermudah petani menerapkan sistem tanam jajar legowo.

Jejer legowo sendiri adalah sistem tanam dengan memberikan jarak pada kanan dan kirinya sekitar 40 centimeter. Sedangkan jarak tanam pada depan belakang diperpendek menjadi 10 centimeter.

Dengan adanya jarak tersebut, maka membuat sinar matahari yang masuk lebih maksimal. Terlebih, hama seperti tikus tidak menyukai tempat yang memiliki jarak tanaman yang cukup panjang.

"Salah satu alat untuk tanam padi jajar legowo ya alat yang saya ciptakan tadi (Atabela)," kata Jayadi

Menyoal bahan pembuatan Atabela sendiri, Jayadi menyebut jika bahan bakunya terdiri dari pipa 3/4 inch, hollow 3x3cm, hollow 3x5cm, pipa pralon ukuran 6 inch, laker ucp dam besi siku. Ia mengaku saat ini sudah memproduksi beberapa unit Atabela dan sudah diuji di 2 Kecamatan yakni, Kecamatan Ponjong dan Playen.

"Untuk biaya produksi per unit Rp 1,8 juta. Saat ini saya sudah buat 5 unit. Yang 5 itu, 3 unit di (Kecamatan) Ponjong dan 2 unit di Playen 2, kalau tidak ada kendala dan masukan baru kita baru perbanyak produksinya," katanya.

Dia mejelaskan, Atabela sekilas seperti mesin pembajak sawah berukuran kecil, mengingat pada sisi kanan kiri bagian bawah alat itu terdapat roda kecil menyerupai roda traktor. Sedangkan di depan roda tersebut terdapat besi panjang yang berfungsi mencangkul tanah, dan pada bagian roda terdapat besi berfungsi untuk menutup tanah galian.

Kedua besi itu berfungsi menanam benih yang keluar dari 2 buah tabung secara manual. Di mana masing-masing tabung itu mampu menampung sekitar 3 kilogram benih padi.

"Jadi tahun 2007 itu saya menciptakan alat namanya Gareko, itu alat tanam model bajaknya sama dengan Atabela, tapi belakangnya belum ada tabung untuk menjatuhkan benih. Sekarang saya modifikasi dari Gareko dan belakangnya saya tambahi tabung benih," katanya.

"Untuk sistem kerjanya, (Atabela) ditarik 1 orang, dan belakangnya itu (1 orang) mendorong. Jadi 2 orang operator untuk satu alat, memang sementara masih manual, tapi kedepannya mau kita inovasi lagi pakai mesin," imbuh Jayadi.

Menurutnya, pelibatan 2 orang untuk mengoperasikan Atabela cukup untuk memangkas waktu menebar padi pada luasan lahan 1 hektar. Mengingat untuk menebar benih padi secara manual pada luasan lahan 1 hektar memerlukan 4 orang dengan kurun waktu sekitar 10 hari.

"Sementara dengan Atabela, 1000 meter itu bisa selesai 2 jam, itu sudah maksimal. Di Ponjong malah tidak sampai 2 jam dan itu hanya melibatkan 2 operator. Sehingga, dari 10 hari (untuk menanam 1 hektar lahan) nantinya kalau pakai Atabela hanya jadi 2,5 hari saja kan bisa memangkas 7,5 hari," ucap Jayadi.

Terlebih, dengan menggunakan Atabela, petani mampu menghemat pengeluaran untuk membayar tenaga kerja. Mengingat dalam 10 hari proses penanaman itu, petani mampu menghabiskan biaya hingga Rp 3 juta.

"Untuk (menanam padi dengan sistem jajar legowo secara manual) 1 hektarnya (10 ribu meter) itu perlu bayar tenaga manualnya Rp 3 juta. Karena setiap 1000 meter (persegi) itu butuh 4 orang (tenaga manual), kalau setiap orang dibayar Rp 75 ribu berarti perlu Rp 300 ribu, terus kali 10 kan Rp 3 juta," katanya.

"Terus kalau pakai Atabela kan (setiap) 1000 meter bisa selesai 2 jam, berarti (menyelesaikan) 1 hektar itu 2 (jam) kali 10 (kali menebar dan menanam benih untuk 1000 meter persegi), atau hanya 20 jam kerja. Lalu, 2 orang itu asumsi kita 1 hari 8 jam kerja, maka hanya butuh 5 kali (membayar) Rp 75 ribu jadi Rp 375 ribu. Sehingga petani bisa menghemat Rp 2.625.000 untuk biaya tenaga kerjanya," sambung Jayadi.

Jayadi menambahkan, bahwa ia belum memiliki rencana untuk mematenkan Atabela. Namun, belum lama ini ia mendapat telepon dari Balai Pengembangan Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta untuk membahas hal tersebut.

"Saya sudah dikontak dari Balai Pengembangan Teknologi Pertanian Yogyakarta, tanggal 19-20 (Desember) mau diajak ke Bogor untuk mediasi dengan tim itu dalam rangka (hak) paten (Atabela). Kalau saya sendiri, yang penting alat ini mampu bermanfaat bagi banyak orang, khususnya para petani," kata Jayadi.

Sumber: Detik