Blog •  23/12/2021

Petani Sawit Keluhkan Tingginya Harga Pupuk Non Subsidi

Something went wrong. Please try again later...
© TRIBUNNEWS/Jeprima
© TRIBUNNEWS/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengeluhkan tingginya harga pupuk non subsidi di pasaran dalam satu tahun terakhir ini. 

Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat ME Manurung mengatakan, tingginya harga pupuk non subsidi membuat petani sawit kesulitan dalam mengelola biaya input produksi, sebab komponen pupuk mencapai 60 persen dari total biaya produksi sawit. 

“Petani di sentra sawit bertanya-tanya tingginya harga pupuk sudah 12 bulan terakhir sepertinya dianggap angin lalu saja oleh para kementerian terkait," kata Gulat dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).

Ia menjelaskan, untuk wilayah Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Riau harga pupuk NPK ditingkat pengecer telah mencapai Rp 12.500 per kg atau sekitar Rp 625 ribu per sak, di mana sebelumnya hanya Rp 280 ribu per zak (50kg). 

"Ketersediaan pupuk memang tidak masalah, tapi sama saja kami tidak sanggup beli, meskipun harga TBS (tandan buah segar) naik, itu semua sia-sia," ucap Gulat. 

Gulat mengatakan, laporan dari petani sawit Apkasindo di 22 provinsi, kenaikan harga pupuk terjadi merata, baik NPK dan pupuk tunggal, serta herbisida maupun obat-obatan lainnya. 

"Kalau harga pupuk dan herbisida tidak terkendali, biaya produksi dipastikan semakin tak terkendali juga, dan ini akan membawa kami petani sawit bangkrut, ya tahun depan adalah akan menjadi puncak kebangkrutan petani sawit," tuturnya. 

Melihat kondisi tersebut, Gulat mengaku petani sawit dari 146 kabupaten/kota di 22 provinsi akan ke Istana Negara untuk menyampaikan aspirasinya ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Meminta dengan tegas supaya Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian dan Menteri BUMN segera menghitung kembali dengan cermat berapa HPP (harga pokok produksi) pupuk dan Herbisida," tuturnya. 

"Jika tidak juga bergerak, maka kami usulkan untuk dicopot saja, mumpung Pak Jokowi-Amin sedang memikirkan reshuffle kabinet," sambungnya. 

Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara mengatakan, pangsa pasar pupuk komersil NPK dalam negeri didominasi produsen pupuk swasta.

Secara angka, produsen swasta menguasai sekitar 80,42 persen atau setara 3.594.000 ton pangsa pasar pupuk komersil, Pupuk Indonesia Grup 10,89 persen atau setara 487 ribu ton, dan sisanya 8,67 persen berasal dari impor, atau setara 387.879 ton.

"Produsen pupuk di Indonesia sampai saat ini tidak hanya Pupuk Indonesia Grup, ada juga perusahaan swasta yang memproduksi pupuk seperti Wilmar Grup, Saraswanti Anugerah Makmur, Saprotan Utama, Polowijo dan lainnya," kata Tossin. 

Menurut data APPI, kapasitas produksi pupuk dari Wilmar Group sekitar 2 juta ton, Saraswanti Anugerah Utama sekitar 500 ribu ton, Saprotan Utama sekitar 100 ribu ton, Hanampi sekitar 300 ribu ton, Polowijo sekitar 120 ribu  ton, NPG sekitar 174 ribu ton, Randoetatah Cemerlang sekitar 200 ribu ton, serta Jadi Mas dengan kapasitas sekitar 200 ribu ton.

Sumber: TRIBUNNEWS