Blog •  23/10/2020

Teknologi Budi Daya Jenuh Air Pacu Produktivitas Jagung

Something went wrong. Please try again later...
© ANTARA/Zabur Karuru
© ANTARA/Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA — Teknologi Budi Daya Jenuh Air (BJA) sukses memacu hasil panen jagung yang biasanya 2 ton per/ha menjadi 6 ton/ha sekitar 2 (dua) ton menjadi rata-rata 6 (enam) ton per hektar di lahan rawa pasang surut Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Melalui teknologi BJA lahan pasang surut dapat dimanfaatkan menjadi lahan yang lebih produktif. Bahkan tinggi pohon jagung ada yang mencapai hampir tiga meter.

Guru Besar IPB Munif Ghulamahdi sebagai penemu teknologi BJA menyampaikan teknologinys sangat sederhana sehingga mudah diaplikasikan oleh petani. Ia memanfaatkan BJA sejak 1998 di lahan biasa kemudian sejak 2009 sampai sekarang diaplikasikan di lahan pasang surut. Menurutnya hasilnya sesuai perkiraan dan banyak ahli dari luar negeri yang tertarik dengan teknologi ini.

Menurutnya, potensi lahan pasang surut di Indonesia seluas 21 juta hektare sedangkan yang dapat dikembangkan untuk menjadi lahan pertanian mencapai 9 juta hektare. Akan tetapi lahan tersebut menghadapi kendala yang sangat komplekyaitu fisikokimia, infrastruktur, sumberdaya manusia , dan pasar, sehingga sampai sat ini produktivitas tanaman pangan (jagung, kedela, dan padi) masih sangat rendah. 

Secara keseluruhan lahan budidaya berteknologi BJA yang dikelola Tim Ahli IPB dan PT FKS Multi Agro Tbk. di Jambi mencapai 120 hektar. Budidaya tanaman jagung seluas 95 hektar, kedelai 10 hektar, dan padi 15 hektar.

Varietas jagung yang di tanam adalah varietas hibrida Pioner 32, varietas Bhisma dan varietas sukmaraga. Varietas padi adalah inpara 3. Varietas kedelai adalah anjasmoro dan Tanggamus.

Kegiatan budidaya di lahan pasang surut itu mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah dengan keterlibatan dinas pertanian dan petani setemat. Kelompok tani yang terlibat sebanyak empat kelompok dan dua Gapoktan.

Toyip Hadinata, salah satu tim ahli IPB mengatakan inovasi teknologi BJA dapat diterapkan untuk mengatasi kendala di lahan pasang surut tersebut.

"Untuk pengembangan dan kesuksesan ke depan diperlukan kerja sama semua sektor yaitu pemerintah, akademisi, pengusaha, dan petani. Hal yg perlu difokuskan adalah, pertama  perbaikan tata air makro dan mikro, kedua  penggunaan alsintan yang tepat guna, ketiga  jaminan harga," katanya melalui keterangan resmi, Kamis (1/11).

Provinsi Jambi diperkirakan memiliki lahan rawa seluas 684.000 ha. Dari luasan tersebut berpotensi untuk pengembangan pertanian 246.481 hektare terdiri dari lahan lahan rawa pasang surut 206.832 hektare dan lahan non pasang surut seluas 40.521 hektare.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa lahan rawa pasang surut cukup potensial untuk usaha pertanian baik untuk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura maupun usaha peternakan bila ditopang teknologi dan manajemen pertanian yang baik.

Dengan suksesnya budidaya jagung lahan pasang surut di Jambi, maka FKS  dan tim ahli IPB mewacanakan untuk menerapkannya di seluruh wilayah Jambi bahkan nasional. Oleh karena itu mereka menggandeng HKTI sebagai refresentasi petani untuk mewujudkan rencana tersebut.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko mengatakan kesepahaman ini sesuai dengan visi dan misi HKTI sebagai lembaga yang bertugas menjembatani kepentingan petani dengan berbagai pihak.

“HKTI akan berperan sebagai bridging institution dalam sistem inovasi pertanian. Dimulai dengan membangun kemitraan riset dengan universitas, perusahaan, pemerintah, dan komunitas (civil society),” pungkasnya. 

Sumber: Bisnis