Blog •  02/11/2021

Temuan Baru, Abu dan Pasir Dapat Menekan Populasi Ulat Grayak Jagung, Ini Penjelasan Dosen IPB

Something went wrong. Please try again later...
© Pixabay
© Pixabay

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Fall Army Worm (FAW) merupakan hama baru pada tanaman jagung di Indonesia.

Berbeda dengan jenis hama lainnya, hama ini dapat menggerek segala bagian tubuh tanaman.

Dr Yayi Munara Kusumah, dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian menjelaskan bahwa FAW dilaporkan pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2019.

Ia menyebut, hama ini berasal dari wilayah subtropis.

“Dampak perubahan iklim menyebabkan habitat hama menghangat dan memperluas daerah sebaran  ke wilayah Tropis. Hal ini menjadi tantangan baru dalam menghadapi hama baru yang belum ada di Indonesia beserta cara penanggulangannya,” kata Yayi Munara.

Berdasarkan pengamatan analisis molekular yang dilakukan oleh IPB University terhadap strain dari sampel yang diambil di Banten,

FAW kemungkinan dapat menyerang tanaman padi.

Bahkan, hama ini juga ditemukan sudah berada di Pulau Morotai pada tahun 2021 dan bersembunyi dalam ikan tongkol.

Sebagai upaya pengendalian FAW, FAO menyarankan supaya menggunakan abu dan pasir.

Teknik pengendalian ini sudah diterapkan di berbagai negara di Afrika. 

Mekanisme penekanan populasi yang terjadi akibat pemanfaatan abu dan pasir karena sifat abrasifnya.

Selain dapat menanggulangi FAW, katanya, pemanfaatan pasir atau tanah turut berperan menyebarkan mikroorganisme seperti Bacillus maupun Beauvaria.  

“Kami menyarankan supaya menggunakan abu dari arang sekam yang lebih tajam. Ini karena abu bersifat hidrofilik menyerap air sehingga menyebabkan larva spodoptera frugiperda menjadi kering dan  dapat menyebabkan kematian,” ujar Dr Yayi Kusumah, dalam Webinar Bimtek Ditjen tanaman Pangan Kementerian Pertanian.

Lebih lanjut, pakar biomolekuler serangga IPB University itu menjelaskan, cara pandang menggunakan insektisida sebagai cara utama dalam pengendalian hama perlu diubah.

Menurutnya, pengendalian hama tanaman tidak hanya dimulai sejak pemilihan benih dan pengolahan tanah, namun dimulai sejak pemilihan lahan.

Menurutnya, upaya pembajakan dan menyiangi juga mampu mengekspos pupa kepada musuh alaminya.

Pembakaran tunggul juga dapat membantu menghilangkan telur, larva dan pupa yang masih tertinggal.

Ia menyarankan untuk tidak terlambat menanam karena serangan tinggi pada musim tanam, sensitif terhadap waktu.

Aplikasi tanaman bersisipan atau relay cropping disarankan sebagai tanaman perangkap.

Namun demikian, pemilihan tanamannya harus tepat untuk menghindari kerugian akibat subsidi silang.

Pengendalian dengan kultur teknis seperti rotasi tanaman juga harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat hama tersebut memiliki 350 inang.

“Karena kebetulan saya bekerja di laboratorium patologi serangga, kita juga disini sedang melakukan eksplorasi untuk menemukan patogen-patogen yang diharapkan efektif (sebagai musuh alami) hama tersebut,” tambahnya.

Ia menyebut, masih perlu upaya keras untuk menemukan virus pengendali FAW yang efektif.

Tidak hanya itu, diperlukan cara perbanyakan isolat yang efisien untuk menangani hama tersebut.

Sumber: TRIBUNNEWSBOGOR