Blog •  27/04/2020

Tumpangsari Kayu Putih-Jagung, Petani Boyolali Bisa Raih Puluhan Juta

Something went wrong. Please try again later...
© Foto: Faidah Umu Sofuroh/detikcom
© Foto: Faidah Umu Sofuroh/detikcom

Jakarta - Bagi para petani Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Boyolali, hutan adalah ladang penghidupan mereka. Sudah sejak lama para petani ini memanfaatkan lahan hutan pemerintah untuk ditanami berbagai jenis tanaman. Mulai dari jagung, jati, kayu putih, hingga pohon petai.

Ketua Kelompok Tani Wonolestari I, Sojo, mengungkapkan dahulu komoditi utama Desa Wonoharjo adalah jagung. Sedangkan kayu putih hanya sebagai tanaman pendukung yang wajib ditanam di lahan milik pemerintah.

"Profesi mayoritas dulu petani jagung. Dulunya itu memang sudah ada tanaman kayu putih, tapi ya hanya sekadar tanam saja. Tapi makin ke sini kami merasakan banyak hasil yang didapat dari minyak kayu putih ini, apalagi setelah adanya program perhutanan sosial," jelas Sojo saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

Akhirnya, para petani pun mulai masif menanam kayu putih tanpa meninggalkan tanaman jagung serta tanaman-tanaman lain yang sebelumnya pernah ada. Ia mengatakan para petani menerapkan sistem tumpang sari di lahan pertanian mereka.

"Memang sudah dari dulu seperti itu (pakai sistem tumpangsari), tapi kan ada yang tanaman pengkayaan itu baru berjalan mulai tahun 2018, tanaman pengkayaan itu termasuk di antaranya itu kayu putih," lanjutnya.

Ia berujar bahwa sistem tumpang sari ini sangat menguntungkan. Lantaran petani bisa memiliki hasil panen yang beragam. Panen jagung bisa dilakukan 4 kali dalam setahun, sedangkan panen kayu putih bisa dilakukan 2 kali dalam setahun.

"Kalau tumpang sari itu kayu putihnya bisa dipanen dua kali, juga jagungnya bisa dipanen, gantian gitu, jadi lebih efektif. Jadi berlanjut, petani bisa panen daun kayu putih, nanti kalau daun kayu putihnya habis ganti panen jagung. Jadi untungnya berlipat," terangnya.

Agar hasilnya maksimal, lanjutnya, saat ini para petani mulai merapatkan jarak tanam kayu putih yang awalnya berjarak 4 x 3 meter, kini menjadi 2 x 3 meter. Sehingga dalam 1 hektare bisa ditanam 6.000 pohon kayu putih.

Dari 6.000 pohon itu bisa menghasilkan 18 ton daun kayu putih sekali panen atau 126 kg minyak kayu putih. Sehingga, petani Desa Wonoharjo yang memiliki 433 hektare lahan bisa menghasilkan kurang lebih 54,5 ton minyak kayu putih dalam sekali panen.

Jika hasilnya maksimal, seorang petani minyak kayu putih Desa Wonoharjo bisa mengantongi Rp30 juta dalam sekali panen untuk upah pemetikan sekaligus pembuatan minyak kayu putih. Sedangkan untuk tanaman jagung, Sojo mengaku petani bisa memperoleh omzet Rp24 juta dalam sekali panen. Meskipun tak sebesar hasil kayu putih. Hasil dari panen jagung cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Ya alhamdulillah, kalau digabungkan bisa buat memenuhi kebutuhan sehari-hari lah. Bisa buat rumah, sekolahkan anak-anak, untuk modal usaha lagi juga, beli pupuk, bibit. Istilahnya ya petani itu semakin sejahtera," tandasnya.

Sojo juga mengatakan dengan adanya bantuan Corporate Social Responsibilty (CSR) dari BANK BRI berupa mesin penyulingan kayu putih sekaligus rumah penyulingan, kinerja petani menjadi lebih efektif dan lebih cepat.

"Kalau dulu kan paling cuma bisa produksi 14 kg minyak per hari, sekarang, sudah ada CSR BRI jadi bisa dua kali lipat nantinya," pungkasnya.

Sumber : Detik