Blog •  13/10/2021

Upaya Meningkatkan Produksi Petani Kentang di Garut

Something went wrong. Please try again later...
© Republika/Bayu Adji P.
© Republika/Bayu Adji P.

REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Yana Mulyana (39 tahun) ikut terlibat dalam proyek riset yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengembangkan varietas baru kentang di wilayah Kamojang, Kabupaten Garut, 2019 silam. Yana ingat betul, ketika itu sedang musim hujan.

Sebagai petani kentang, ia menilai bahwa musim hujan bukanlah waktu yang ideal untuk menanam kentang. “Biasanya kalau petani itu, musim hujan petani 'ngeri-ngeri sedap'. Soalnya potensi lodoh (busuk) tinggi, apalagi di sini embunnya juga tebal,” kata dia, ketika ditemui di wilayah Kamojang, yang suhunya saat itu sekitar 26 derajat Celsius, Senin (11/10) tepat tengah hari.

Varietas kentang yang ditanam oleh para peneliti dari IPB itu merupakan varietas baru, yang diberi nama Paus Pertato. Meski ditanam saat musim hujan, hasil riset itu cukup memuaskan. Dalam usia tanam sekitar 85 hari, kentang sudah bisa dipanen. Produktivitasnya juga lebih tinggi dibandingkan varietas Granola L, yang biasa digunakan para petani kentang di Kabupaten Garut. Varietas kentang Granola L umumnya baru dapat dipanen setelah 100-115 hari masa tanam.

Berkaca dari riset tersebut, Yana mengambil kesimpulan bahwa varietas Paus Pertato dapat bersaing dengan varietas kentang lainnya. Ia menilai, bibit kentang yang dapat dipanen dalam usia lebih singkat, memiliki produktivitas tinggi, serta tahan penyakit, merupakan suatu keunggulan yang luar biasa bagi para petani.

“Kenapa tidak untuk dikembangkan di wilayah Garut?” pikir lelaki yang telah bertani kentang sejak 2008 itu.

Lagi pula, menurut Yana, para petani kentang selama ini juga selalu kesulitan mencari bibit yang berkualitas. Banyak dijumpai penjual bibit kentang yang tak jujur, menjual bibit generasi keempat atau kelima dengan label bibit unggul atau G0. Alhasil, petani kentang tak jarang mendapat masalah saat masa tanam. Sebab, bibit yang tak berkuaitas akan memiliki banyak dampak dalam budi daya kentang, seperti hasil panen lebih sedikit dan rentang terkena penyakit.

“Kalau bibitnya jelek, dampaknya banyak. Produksinya lebih sedikit dan lebih rentan penyakit,” kata dia.

Keinginan Yana itu ditindaklanjuti Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mustika Hutan, binaan Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang. Bibit kentang varietas Paus Pertato dikembangkan di greenhouse yang difasilitasi oleh PGE.

Ketua LMDH Mustika Hutan, Zamzam Nurzaman, menjelaskan, varietas Paus Pertato setidaknya memiliki tiga keunggulan dibandingkan varietas Granola L yang biasa digunakan para petani kentang di Garut. Pertama, hasil panen lebih banyak. Lahan satu hektare yang ditanami bibit varietas Paus Pertato dapat menghasilkan rata-rata 20-25 ton kentang. Sedangkan rata-rata hasil panen varietas Granola L hanya menghasilkan 15-18 ton per hektare.

Kedua, dari sisi waktu lebih cepat. Bibit kentang varietas Paus Pertato dapat dipanen dalam 90-95 hari masa tanam. Ketiga, varietas yang sedang dikembangkan itu dinilai lebih tahan penyakit.

Selain itu, kentang hasil panen varietas Paus Pertato juga hasilnya bulat. “Kalau bentuk bulat seperti ini lebih disukai pasar dibanding yang lonjong panjang,” kata Zamzam, sambil menunjukkan hasil panen varietas itu.

Ukuran kentang itu tak terlalu besar, dengan diameter sekitar 10 sentimeter. Bentuknya cenderung oval, alih-alih bulat sempurna.

Kendati demikian, varietas yang sedang dikembangkan itu masih belum bisa disebar kepada para petani di Kabupaten Garut, khususnya yang tergabung di LMDH Mustika Hutan. Saat ini, LDMH Mustika Hutan bersama tim dari IPB masih dalam tahap pengembangan bibit varietas di greenhouse berukuran 20x8 meter yang berlokasi di Desa Padaasih, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Di greenhouse itu, ditanam sekitar 5.000 varietas Paus Pertato.

“Satu greenhouse itu output-nya bisa 25 ribu hingga 35 ribu knol. Itu kalau kita aplikasikan baru bisa untuk lahan 1 hektare,” kata dia.

Setidaknya terdapat 60 hektare lahan milik petani yang tergabung dalam LMDH Mustika. Lantaran jumlah bibitnya masih terbatas, penanaman varietas kentang baru itu di seluruh lahan LMDH Mustika Hutan akan dilakukan secara bertahap. Saat ini, varietas itu masih dalam proses memperbanyak bibit.

Zamzam menambahkan, dukungan PGE tak hanya menyediakan greenhouse bagi para petani kentang untuk memperbanyak bibit baru. Ia menyebutkan, PGE juga membantu proses sterilisasi media tanam.

Ia menjelaskan, untuk menghasilkan bibit unggul atau G0, penanaman harus bebas virus. Salah satu caranya, hasil stek dari tanaman harus ditanam pada media tanam cocopeat, yang sudah dikukus (steam) terlebih dahulu dengan suhu berkisar 110-120 derajat Celsius.

Biasanya para petani di lapangan melakukan steam secara manual, dengan menggunakan tungku dan kayu bakar. “Dengan bantuan PGE, kita bisa pakai uap. Mereka menyediakan, kita tinggal datang kapan saja, asal koordinasi dengan petugas. Hasilnya, karena suhunya terjaga, lebih bagus. Waktunya juga lebih cepat,” kata dia.

Pemanfaatan uap geotermal untuk proses sterilisasi cocopeat dinilai membantu petani menghemat biaya pembelian cocopeat baru. Hasil panen bibit kentang G0 meningkat, dari awalnya rata-rata menghasilkan 22 ribu hingga 30 ribu knol bibit kentang dari 7.000 stek tanaman, menjadi 28 ribu sampai dengan 35 ribu knol bibit kentang dari jumlah stek tanaman yang sama.

Selain itu, penggunaan uap geotermal untuk sterilisasi disebut mampu menurunkan timbunan limbah cocopeat yang terbuang. Limbah dapat diminimalisasi sampai 300 persen, lantaran cocopeat yang disterilisasi menggunakan uap geotermal dapat digunakan kembali sampai empat kali.

Zamzam optimistis bibit varietas Paus Pertato dapat meningkatkan produksi para petani kentang di Kabupaten Garut. Sebab, sebelum memutuskan untuk memperbanyak bibit, telah dilakukan riset terlebih dahulu di kalangan petani mengenai keunggulan varietas tersebut.

"Dalam riset, kita sudah beberapa kali menanam dan hasilnya bagus, makanya kita usulkan untuk memperbanyak," kata dia.

Sumber: REPUBLIKA