Blog •  05/10/2020

Menanti Tanam Jagung Panen Sapi

Something went wrong. Please try again later...
© Foto: Antara News
© Foto: Antara News

Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat getol menggelorakan program “Pengembangan Pertanian Terintegrasi Program Tanam Jagung Panen Sapi”. Sejumlah kerja sama dengan berbagai pihak dilakukan guna mendukung kelancaran program ini di daerahnya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satunya, menandatangani nota kesepahaman dengan Komandan Korem 161/Wirasakti, Kupang Brigjen Samuel Petrus Hehakaya untuk  pelibatan TNI dalam mendukung peningkatan ekonomi masyarakat NTT di bidang pertanian. 

“Pertanian harus bisa jadi supply chain pembangunan NTT. Kita yang memutuskan dan saling bersinergi. Kita punya anggaran, sumber daya manusia, masyarakat dan lahan, serta lembaga tinggi. Kalau kita sinergi, pada 2021- 2022 bisa jadi kebangkitan pertanian NTT. Sehingga, mendukung kedaulatan pangan sebagai martabat bangsa ini,” jelas Gubernur Laiskodat.

Dalam kamus ekonomi, supply chain management adalah rangkaian kegiatan yang diperlukan untuk merencanakan, mengendalikan, dan menjalankan arus produk. Proses itu meliputi soal penyediaan bahan baku produksi, proses produksi, hingga distribusi produk ke konsumen akhir, dengan cara yang efisien dan hemat biaya. Tujuan, manajemen rantai pasokan sendiri adalah untuk memaksimalkan nilai pelanggan dan mendapatkan keunggulan kompetitif di pasar.  

Gubernur Laiskodat juga meminta agar para petani maupun orang-orang yang senang dengan dunia pertanian bisa turun bersama-sama, menggerakkan sektor pertanian di NTT, sehingga musim tanam dari September hingga April mendatang membawa hasil yang signifikan. Oleh karena keseriusannya ini, Laiskodat telah menyiapkan ketersediaan lahan, melibatkan BMKG untuk melihat curah hujan, serta tenaga pendamping bersiap di lapangan bersama para petani. Pupuk dan bibit pun disiapkan.

Dengan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS), Pemda mendukung agar sektor pertanian dapat menunjang produktivitas di bidang peternakan. Dari tanam jagung itu, ketersediaan pakan sapi yang berkualitas bisa terjamin. Peternak pun dapat menghasilkan sapi-sapi potong dengan kualitas dagingnya yang bagus. Dengan begitu, harga meningkat dan ekonomi masyarakat terangkat.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT Lecky Fredrik Koli mengatakan, realisasi TJPS sampai 31 Agustus 2020 mencapai 1.435 Ha atau 33% dari total lahan terverifikasi yaitu 4.318 Ha atau 14,35% dari total target 10.000 Ha. Ia mengakui, rendahnya luas tanam disebabkan pada kurang efektifnya sosialisasi  karena adanya social distancing pada masa pandemi Covid-19. Proses pengadaan benih juga lamban karena terhambatnya transportasi. Ada pula, proses realokasi APBD yang memakan waktu. 

Sisa lahan 8.564 Ha akan ditanami pada musim tanam 1 pada Oktober 2020--Maret 2021. Benih dan sarana produksi lain sebagian besar sudah sampai pada petani dan pada musim hujan akan ditanam dan diawasi oleh tenaga pendamping. TJPS 2021 dimaksudkan untuk memobilisasi masyarakat bertanam di musim kering dengan total lahan seluas 38.500 Ha di 21 kabupaten. Prioritasnya di Pulau Timor dan Sumba yang angka kemiskinannya cukup tinggi.

Suatu pilot roll out project (PRO) atau pengkajian penerapan dan perluasan inovasi (P3I) telah dilakukan di Desa Oebola dan Tuapanaf, Kabupaten Kupang, sejak Juli 2008 hingga November 2009. Proyek ini mengimplementasikan model pengkajian pengembangan teknologi dan manajemen pola integrasi jagung-sapi untuk meningkatkan kinerja sistem usaha tani lahan kering di NTT. 

Prinsip utama dari PRO atau P3I adalah upaya pematangan suatu model inovasi yang dilakukan bersama dengan petani dan stakeholder kompeten, dengan cara partisipatif. PRO dirancang untuk dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan dalam skala relatif terbatas dan tahap ke dua akan dilakukan dalam skala yang relatif besar melibatkan 300-500 petani. Para aktor yang terlibat dalam PRO meliputi peneliti, penyuluh, unsur kolaborator (dinas dan LSM), serta petani.

Dalam pengkajian ini proses implementasi model dan evaluasi hasilnya dilakukan secara mendalam sehingga dapat dipahami dengan baik faktor-faktor apa saja yang berperan dalam adopsi  inovasi teknologi dan bagaimana peran masing-masing aktor dalam proses adopsi tersebut. Dalam kajian ini dipilih komoditas jagung dan sapi, karena kedua komoditas ini tidak terpisahkan dari sistem usaha tani lahan kering di NTT. 

Ternak berperan sebagai tulang punggung perekonomian daerah dan sumber pendapatan penting bagi petani, sedangkan jagung merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar petani di NTT. Di samping itu, teknologi budi daya kedua komoditas ini telah dikuasai dengan baik oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT. Namun, adopsinya di tingkat petani masih rendah dengan cerminan produktivitas kedua komoditas ini yang masih relatif rendah.

Implementasi model inovasi jagung-sapi ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas jagung menjadi 5 ton/ha/KK sehingga kelebihan produksi dapat dijual untuk membeli ternak sapi dan olehnya petani dapat memiliki ternak sapi sendiri. Limbah daun jagungnya juga bisa menjadi pakan sapi.

Dengan berbagai teknik komunikasi dan pelatihan penerapan teknologi, produksi jagung petani dapat mencapai 3,6-5,2 ton/KK dari target 5 ton/KK. Lahan yang diusahakan untuk tanaman jagung meningkat dari 0,30 ha/KK menjadi 1,05 ha/KK di Desa Oebola dan meningkat dari 0,15 ha/KK menjadi 0,78 ha/KK di Desa Tuapanaf. Selain mencukupi kebutuhan pangan keluarga, kelebihan produksi yang dapat dijual membuat petani di Oebola dan Tuapanaf dapat membeli ternak sapi dan babi serta alat perontok jagung.

Sementara itu, pada Mei 2020, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), didampingi jajaran Eselon I Kementerian Pertanian (Kementan), meninjau pertanaman jagung di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kunjungan itu juga untuk melepas jagung hasil panen program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) sebanyak 3 kontainer yang disiapkan untuk dikirim ke Surabaya sekaligus meninjau Toko Tani Indonesia Center (TTIC) dan penyerahan bantuan 40 unit handtraktor. 

TTIC di NTT dibentuk 2019 dan beroperasi pada 2020. TTIC ini memediasi produk-produk petani bisa laku dan memperpendek rantai pasar. TTIC ini juga akan menjadi pusat informasi pertanian khususnya untuk produksi pertanian dan harga.

Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Suwandi  mengatakan, tahun ini kementeriannya memberikan dukungan khusus untuk Provinsi NTT. Terkait tanaman pangan alokasi tahun ini bantuan benih padi untuk 50 ribu hektare, benih jagung 42.500 hektare, kedelai 3.000 hektare, pengembangan pangan alternatif 2.840 hektare, ubi kayu 500 hektare, dan alsintan pascapanen 117 unit. Alsintan merupakan sebutan untuk semua alat dan mesin yang digunakan dalam usaha bidang pertanian.

Suwandi menuturkan, untuk pengembangan pangan alternatif, sesuai arahan Mentan SYL, perlu mulai digalakkan kembali , dengan pengembangan pangan di luar beras, seperti umbi-umbian, jagung dan tanaman serealia lain. Terutama di NTT ini, potensial untuk dikembangkan jagung dan sorgum, supaya bisa memperkaya pangan alternatif.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT menyiapkan anggaran Rp25 miliar guna mengembangkan 10.000 hektare lahan untuk program tanam jagung  panen sapi. Program ini bertujuan menjaga stabilitas ekonomi masyarakat di tengah wabah Covid-19.  Lahan seluas 10.000 hektar itu, tersebar di daratan Timor, Sumba, serta Flores. Sebanyak 20.000 petani akan dilibatkan dalam program ini.  

Satu hektar lahan diproyeksikan bisa menghasilkan lima ton jagung. Dari hasil produski jagung ini, sebagiannya untuk konsumsi, selebihnya dijual untuk mendatangkan bakalan sapi.  Dalam proses penggemukan sapi, petani  akan didampingi tenaga ahli dari dinas peternakan sebelum dijual. 

Dengan skema seperti ini, kata dia, selain memberdayakan ekonomi para petani, kelompok-kelompok  seperti Bumdes dan Koperasi yang bermitra dengan petani juga akan mendapatkan manfaat dari program ini. Diharapkan, dengan program ini, ekonomi rakyat bisa bergerak dan pulih di tengah wabah maupun pascawabah nantinya. 

DI NTT, realokasi anggaran sebesar Rp600 miliar untuk pemberdayaan ekonomi. Pemberdaayan ekonomi diarahkan kepada unit-unit strategis yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Seperti dinas pertanian, peternakan, PUPR, dan perikanan. 

Anggaran ini digelindingkan dengan pendekatan pemberdayaan berpola padat karya. Bukan dengan pendekatan proyek. Ini sejalan dengan instruksi Gubernur Viktor Laiskodat, yakni, skema penanaman jagung panen sapi.  

Pemerintah Provinsi (Pemrov) NTT sebelumnya menyiapkan dana sebesar Rp19, 5 miliar untuk para petani di tengah Covid-19. Besaran angggaran itu disiapkan untuk bantuan sosial (bansos) maupun pekerjaan padat karya untuk para petani. Untuk bantuan sosial, dana yang disiapkan sebesar Rp6, 6 miliar. Sedangkan, untuk pekerjaan padat karya sebesar Rp12,9 miliar.

Sampai tahun lalu, Nusa Tenggara Timur (NTT) masih merupakan provinsi yang memiliki presentase penduduk miskin tertinggi ketiga di Indonesia, setelah Papua dan Papua Barat. Ini sesuai hasil analisa Badan Pusat Statistik (BPS) setempat selama kurun waktu September 2018 hingga Maret 2019. Penduduk miskin di daerah perkotaan di NTT 8,84% dan di daerah perdesaan 24,91% pada Maret 2019. Garis kemiskinan NTT pada Maret 2019 tercatat sebesar Rp373.922 /kapita/bulan.

Sumber: Indonesia.go.id